Tiga Sikap Manusia Sempurna

Syekh Nawawi al-Bantani

Ali bin Abi Thalib r.a mengatakan:

1. Jadilah manusia yang paling baik menurut Allah SWT.

2. Jadilah manusia yang paling buruk dalam pandangan dirimu sendiri.

3. Jadilah manusia biasa di hadapan orang lain.

Berkaitan dengan hal di atas, Syekh Abdul Qadir al-Jailani rahimahullah pernah mengatakan, “Seandainya engkau berjumpa seseorang dan mengetahui dirinya lebih utama dari dirimu, hendaklah engkau berkata dalam hati, ‘Orang ini benar-benar lebih baik dan lebih tinggi derajatnya dariku di sisi Allah.’ Seandainya yang engkau temui anak kecil, katakan dalam hati, ‘Anak ini belum pernah maksiat kepada Allah. Sedangkan aku telah berbuat maksiat kepada-Nya. Tidak diragukan lagi, pasti dia lebih baik dariku.’ Seandainya yang engkau temui orang yang sudah tua, katakan dalam hati, ‘Orang ini telah menyembah Allah lebih dulu dariku.’

Seandainya yang engkau temui orang alim, katakan dalam hatimu, ‘Orang ini telah diberi apa yang belum aku peroleh. Dia telah menerima apa yang belum aku dapat. Dia telah mengetahui apa yang tidak aku ketahui dan dia mengamalkan ilmunya.’ Seandainya yang engkau temui itu orang bodoh, katakan dalam hati, ‘Orang ini durhaka kepada Allah karena kebodohannya. Sedangkan aku durhaka kepada-Nya beserta pengetahuanku. Aku tidak mengetahui bagaimana Allah akan mengakhiri umurku dan umur orang ini, siapa yang husnul khotimah dan siapa yang su’ul khotimah. Seandainya yang engkau temui orang kafir, katakan dalam hati, ‘Aku tidak mengetahui. Bisa jadi dia akan memeluk Islam, lalu mengakhiri kehidupannya dengan amal shalih. Sebaliknya bisa jadi aku yang terjerumus dalam kekafiran, lalu mengakhiri seluruh hidupku dengan amal yang buruk.”

Allah SWT juga tidak menyukai hamba-Nya yang suka membeda-bedakan orang lain karena status sosialnya, pangkat, keturunan, atau kekayaan. Semua manusia sama di hadapan Allah SWT, yang membedakan hanya tingkat ketakwaan mereka.

Untuk mudah menetapi sikap seperti yang dianjurkan Syekh Abdul Qadir al-Jailani, sebagaimana ulama membiasakan doa seperti ini:

“Ya Allah, jadikanlah aku hamba yang sabar dan pandai bersyukur. Jadikanlah aku hamba yang hina menurut pandangan diriku, tetapi diperhitungkan menurut pandangan manusia.” []

Dikutip dari kitab Nashaihul ‘Ibad karya Syekh Nawawi al-Bantani