Istidraaj

Abdullah Hakam Shah, Lc., M.A.

Idealnya, setiap nikmat yang kita terima dari Allah SWT akan menambah kebahagiaan dan keberkahan dalam hidup. Sebab, ketika menggambarkan nikmat yang dilimpahkan kepada hamba-Nya, Allah selalu menyebutnya sebagai kesenangan (QS Ali Imran; 14), berkah (QS al-A’raf; 96), dan karunia (QS at-Taubah; 76).

Namun, ada satu kondisi di mana nikmat bisa berubah menjadi laknat. Dan karunia yang hadir dalam suatu fase kehidupan seseorang, sejatinya merupakan murka Allah SWT. Inilah yang disebut dengan istidraaj. Istidraaj adalah pemberian Allah kepada orang-orang yang jauh dari-Nya. Sering melakukan maksiat kepada-Nya. Semakin mereka melupakan Allah, Allah tetap akan menambahkan kesenangan dalam hidup mereka. Akibatnya, mereka semakin terjerumus dan Allah akan menjatuhkan siksa yang sangat pedih.

Rasulullah SAW mengingatkan, “Jika kamu melihat Allah memberikan kesenangan duniawi kepada seseorang yang suka melanggar perintah-Nya, maka itu adalah istidraaj.” (HR Ahmad).

Ada tiga golongan yang potensial ditimpa istidraaj. Pertama, orang-orang yang diberi nikmat kekuasaan, lalu ia menjadi sombong dan sewenang-wenang terhadap rakyatnya. Maka, Allah memperpanjang masa kekuasaannya sehingga ia semakin terjerumus dalam kesombongan dan kesewenang-wenangan tersebut.

Golongan ini, dalam al-Quran, di antaranya tepersonifikasi lewat sosok Firaun. Ketika Allah memberinya kekuasaan, Firaun sering bertindak semena-mena. Lalu, Allah tambahkan kekuasaannya, dan Firaun semakin takabur serta lupa diri. Dan Allah akhirnya menjatuhkan azab yang sangat pedih dengan menenggelamkan Firaun di Laut Merah.

Dalam sejarah modern, banyak pemimpin yang mengulang kesalahan Firaun. Sekalipun dalam skala yang berbeda. Dan Allah pun menjatuhkan mereka lewat proses yang sangat menyakitkan. Sunnatullah akan terus berlangsung sampai akhir zaman.

Kedua, orang-orang yang diberi nikmat ilmu. Baik ilmu dunia maupun ilmu agama. Bagi yang diberi nikmat ilmu dunia, pertanda istidraaj adalah ketika ilmu mereka banyak menimbulkan kerusakan bagi tatanan sosial, bukan membangun. Ilmunya menjadi mudarat bagi kehidupannya dan orang lain, bukan manfaat. Sementara yang diberi kelebihan ilmu agama, istidraaj bisa berawal dari popularitas. Ketika mereka terbuai oleh popularitas itu, Allah pun menjatuhkan mereka dengan cara yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya.

Imam al-Qusyairi, seorang Sufi terkemuka abad pertengahan, pernah mengingatkan, “Bagi seorang yang dekat dengan Allah, popularitas adalah ujian yang rawan meruntuhkan derajatnya di sisi Allah.”

Ketiga, orang-orang yang diberi nikmat harta. Kisah Qarun dan Tsa’labah bin Hathib adalah cermin terang bagaimana Allah SWT menimpakan istidraaj kepada orang-orang yang membalas nikmat Allah dengan hidup jauh dari-Nya. Sehingga, sekalipun Allah terus mengucurkan nikmat duniawi kepada mereka, sesungguhnya di balik itu semua adalah laknat dan murka Allah SWT. Istidraaj, Laknat Tersamar di Balik Nikmat. Na’udzubillah.