Menyiapkan Akhir yang Indah

Barang siapa yang merindukan perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah senantiasa berbuat kebajikan dan jangan sekali-kali berbuat syirik, yaitu menyembah selain Allah. (QS. Al-Kahfi [18]: 110

Kematian adalah satu kata yang terkadang membuat manusia takut. Padahal jelas dalam al-Quran disebutkan bahwa setiap yang bernyawa pasti akan merasakan kematian. Tanpa disadari, manusia akan selalu berupaya untuk mempertahankan hidup. Dalam setiap doa selalu disisipkan permohonan panjang umur, sehat wal afiat, diberikan rezeki yang berkah, dan mengharapkan kenikmatan hidup duniawi. Lalu manusia akan terjebak pada sikap al-wahn, cinta dunia dan takut mati.

Dunia dan semua gemerlapnya memang memperdaya. QS. Al Anbiya [21]: 35 mengingatkan agar manusia tidak terpedaya oleh dunia. Harta (kekayaan), jabatan atau keturunan tidak bisa menghindarkan dari kematian. Harta memang dapat membeli kehidupan, tapi tidak kematian.

Dalam QS. Qof [50]: 19 Allah menjelaskan bahwa sakaratul maut akan datang dan selalu membuat manusia lari darinya. Quraish Shihab dalam tafsir al-Mishbahnya menjelaskan bahwa ayat ini menginformasikan adanya kesulitan dalam menghadapi kematian. Ia pun mengutip pernyataan al-Qurthubi yang menyebutkan bahwa selain QS. Qof [50]: 19 yang menggambarkan beratnya kesulitan kepedihan maut, kita dapat pula merujuk pada QS. Al-An’am [6]: 93, QS. Al-Waqiah [56]: 83, serta QS. Al-Qiyamah [75]: 26.

Sekian banyak orang merasakan sakitnya ketika sakaratul maut, tapi banyak juga orang yang menghadapi kematian dengan senyum, apalagi bagi sebagian orang yang dianugerahi mukasyafah. Mereka dapat melihat apa yang akan didapat setelah kematiannya.

Dalam QS. Qof [50]: 22 Allah berfirman: “Sesungguhnya engkau berada dalam keadaan lalai dari ini, maka Kami telah singkapkan darimu tabir matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam.” Manusia memiliki keterbatasan dalam penglihatannya. Tapi pada saat menjelang kematiannya, Allah mengangkat tabir yang selama ini menutupi pandangannya. Ia akan mampu melihat sesuatu yang selama ini tidak bisa ia lihat. Inilah yang disebut pandanganmu amat tajam.

Tidaklah mengherankan ketika kita mendengar si fulan saat akan meninggal ia tampak berbicara dengan seseorang, sementara kita tidak melihat seseorang selain kita dan dirinya. Lalu tiba-tiba ia tersenyum, dan meninggalkan dunia yang fana ini.

Mungkin kita juga pernah mendengar si fulan saat akan meninggal menyebut orang-orang yang sudah lebih dahulu tiada. Atau si fulan yang menjerit-jerit tidak mau mati, lalu ajal tetap menjemputnya.

Adalah Sya’ban ra, seorang sahabat Nabi yang bersahaja, selalu shalat berjamaah dan selalu mengambil posisi di pojok masjid. Ia meninggalkan teka-teki di keluarganya karena sebelum wafatnya ia berteriak tiga kali seraya menyebut tiga hal, mengapa tidak lebih jauh, mengapa tidak yang baru, mengapa tidak semuanya. Jawaban pertanyaan itu baru didapat ketika Rasulullah SAW datang ke rumahnya karena tidak mendapati Sya’ban ra berjamaah shalat subuh hari itu. Rasulullah SAW menjelaskan bahwa Sya’ban ra telah melihat surga yang kelak ia dapat. Sehingga tiga penyesalan yang ia sebutkan diakhir hayatnya adalah refleksi penyesalan atas pahala yang ia dapat, sekiranya jarak rumahnya lebih jauh, baju yang ia berikan adalah baju baru, dan sedekah makanan yang ia berikan adalah semuanya, ia membayangkan akan mendapatkan surga yang lebih tinggi lagi.

Jangan bosan berbuat kebajikan, jaga hati dan perilaku kita dari perbuatan syirik, semoga kita dapat menjemput kematian dengan indahnya. [al-faqir]