Yasmin Zhafira, SE.
Islam memiliki kecenderungan dan mengutamakan kegiatan berbisnis sebagai sumber mata pencaharian, bahkan dikatakan penghasilan terbaik berasal dari berdagang/berbisnis yang tentu saja dilakukan sesuai dengan syariat Islam, sesuai dengan hadis Rasulullah SAW dibawah ini yang artinya :
“Sesungguhnya sebaik-baik penghasilan ialah penghasilan para pedagang yang mana apabila ia berbicara tidak bohong, apabila diberi amanah tidak khianat, apabila berjanji tidak mengingkarinya, apabila membeli tidak mencela, apabila menjual tidak berlebihan (dalam menaikkan harga), apabila berhutang tidak menunda-nunda pelunasan, dan apabila menagih hutang tidak memberatkan orang yangsedang kesulitan”. (Hadis Riwayat Al-Baihaqi di dalam Syu’abul Iman, Bab Hifzhu Al-Lisan IV/221)
Namun sayangnya menurut Ilham Sunaryanto, salah seorang pegiat bisnis Islami di bidang developer properti syariah, dalam praktek bisnis saat ini masih banyak pengusaha muslim yang belum mempraktikan syariat Islam kaffah dalam bisnisnya. “Sebagai pengusaha properti Islami beberapa tahun terakhir ini, saya melihat banyak sekali pengusaha yang belum memahami arti kata “Kaffah” dalam Islam khususnya dalam berbisnis” ungkap Ilham Sunaryanto , Chairman Tahfidz Land Group kepada PKSNIK UAI.
Menurutnya dalam berbisnis harus sesuai dengan syariat Islam dan memahami 3 aspek dasar yaitu niat, cara dan tujuan harus sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh Allah SWT dan yang diajarkan dan dicontohkan oleh Rasulullah SAW, sebagai seorang pebisnis kita tidak boleh melakukan kemaksiatan di tiga aspek tersebut.
Dalam perspektif Islam, melakukan bisnis tidak hanya berfokus pada mencari pemenuhan kebutuhan dan keuntungan saja, namun juga mempertimbangkan dimensi akhirat.
Dikutip dari buku Ekonomi Moneter Islam: Suatu Pengantar yang ditulis oleh Solikin, dkk (2020), ekonomi dalam Islam bukan hanya sekedar upaya memaksimalkan kepuasan dengan mendapatkan sumber daya atau materi sebanyak-banyaknya, tetapi dengan sumber daya tersebut dapat membantu pihak lain yang membutuhkan.
Berdasarkan pengalaman Ilham Sunaryanto selaku pegiat bisnis properti Islami, banyak pengusaha yang menganggap selama tujuannya baik, maka Allah SWT akan meridhoi, beliau mengatakan bahwa “Jika logikanya seperti itu maka sangat mudah di bantah, jika seorang pengusaha muslim berfikir hanya kepada tujuan yang mulia tanpa memikirkan niat dan caranya apakah sesuai syariat Islam atau tidak, maka bisa saja seseorang ingin bersedekah tapi cara mencari uangnya dengan cara mencuri atau merampok dan masih banyak contoh kasus jika berfikir dengan logika seperti itu. Islam tidak hanya mengajarkan satu aspek saja dalam bermuamalah tetapi Islam mengajarkan dari hulu ke hilir harus kaffah”.
Padahal dalam Islam jelas sekali bahwa Allah SWT telah melarang hambanya untuk mengambil keuntungan dengan jalan yang bathil, sesuai dengan firman Allah SWT dalam Qs. An-Nisa (4): 29.
Islam sangat menjujung tinggi nilai keadilan dan kejujuran, maka dari itu untuk mencapai nilai tersebut seorang pengusaha menurut Ilham Sunaryanto harus belajar terlebih dahulu kaidah – kaidah Islam dalam bermuamalah agar tidak terjebak dalam kemaksiatan saat mencari rezeki di usaha yang sedang dirintisnya. Al-‘Ilmu Qobla Al-‘Amal, Berilmu Sebelum Beramal.
Lalu setelah memahami dasar-dasar muamalah, bagaimana cara memulai bisnisnya? Ilham Sunaryanto, Chairman Tahfidz Land Group menjelaskan bahwa setelah memahami dasar – dasar muamalah para pengusaha baru harus menguatkan aspek fundamental bisnis yang beliau singkat menjadi TTM, apa itu TTM? berikut penjelasan singkat dari beliau :
T yang pertama yaitu Team, bangunlah jaringan untuk memperkuat usaha kita, bangunlah tim untuk menambah daya gerak kita dalam berbisnis dan dengan adanya tim akan dengan mudah membagi tugas Tim tersebut, tidak harus karyawan yang digaji, karena rata – rata pengusaha yang merintis mereka belum mampu atau belum berani menggaji karyawan, maka bisa melakukan pola Syirkah ( kerjasama ) dengan partner yang kita percaya supaya bisa membagi beban atau kendala kepada partner bisnis kita
T yang kedua yaitu Tools, Tools yang dimaksud adalah alat untuk memudahkan aktifitas bisnis kita, contoh jika kita berbisnis kuliner, maka tools seperti aplikasi keuangan, aplikasi kasir bisa memudahkan pekerjaan kita di tempat usaha, jika kita berbisnis produk impor, maka kita membutuhkan Tools seperti alat untuk optimalisasi penjualan online atau tools untuk digitalisasi pembayaran konsumen kepada kita. Tools ini akan sangat membantu memudahkan semua aktifitas bisnis kita, akhirnya owner bisa lebih fokus kepada aspek lainnya
M yaitu mindset, Ada kalimat “Mindset berubah, hasil akan berubah, mindset berubah, kinerja akan berubah”.
Mindset adalah modal utama dalam berbisnis, jadi jika ada calon pengusaha berkata, bahwa bisnis harus mempunyai modal, sebenarnya dengan mindset yang bagus maka modal tidak menjadi suatu yang penting dalam mengawali bisnis, karena mindset yang baik dalam usaha, akan mempercepat menutup kekurangan yang kita miliki saat merintis usaha. Mindset yang buruk/salah akan menyulitkan pengembangan usaha kedepannya. Maka cara memperbaiki mindset adalah bergaulah dengan pengusaha/pedagang yang sudah sukses dalam bisnisnya. Banyak sekali group – group di sosial media, di website, di group aplikasi chat WhatsApp yang menawarkan wadah untuk para calon pengusaha bisa belajar kepada pengusaha yang sudah sukses.
Jika aspek TTM ini sudah dipahami, maka selanjutnya setiap pengusaha seharusnya mempelajari level dalam berbisnis, level dalam berbisnis itu ada tiga yaitu Start Up, Smart Up, Scale Up dimana setiap level mempunyai kesulitan yang berbeda – beda.
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa membangun sebuah bisnis Islami harus dimulai dengan memahami kaidah-kaidah Islam dalam bermuamalah dan mengikuti syariat Islam secara utuh dan menyeluruh, karena bagi pebisnis muslim, bukan hanya keuntungan duniawi saja yang harus dikejar tetapi keberkahan atas rezeki itu sendirilah yang harus menjadi tujuannya.
Daftar Pustaka:
Juhro,S.M., Syarifuddin,F., & Sakti, A. 2020. Ekonomi Moneter Islam: Suatu Pengantar. Depok: Rajawali Pers.