Prof. Dr. Ir. Asep Saefuddin, M.Sc
Assalaamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh,
Puji syukur kepada Allah SWT. atas segala limpahan karunia-Nya kepada kita semua, semoga kita senantiasa dalam perlindungan Allah dan tetap istiqamah menjaga diri dan keluarga kita dari wabah dengan menerapkan 5M.
Alhamdulillah, kembali hadir di tengah kita edisi kedelapan e-buletin al-Bayan. Pada edisi kedelapan ini, kita disuguhkan tulisan yang menarik dari Sdr. Fokky Fuad berjudul “Ada Dalam Ketiadaan”. Sdr. Fokky merenungkan keberadaan manusia sebagai makhluk yang menyejarah dengan eksistensinya yang didukung dengan adanya peran akal. Manusia memiliki kehendak yang dapat diwujudkan dengan memanfaatkan akalnya. Akal seringkali tidak mampu bekerja untuk dapat menentukan hal yang benar dan salah. Ia terkadang sering tertutupi oleh ego kehendak, sehingga akal kemudian hanya mampu bekerja untuk menciptakan atau memuluskan kehendak-kehendak destruktif yang telah tertanam. Pada kondisi inilah manusia dikatakan ‘ada’. Ada karena ia mampu menciptakan peradaban. Namun manakala pada kondisi tertentu, ‘ada’-nya ternyata tidak berdaya sehingga ‘ada dalam ketiadaan’. Manusia secara fisik ‘ada’, namun karena keterbatasan gerak dalam ‘ada’nya ia ‘tiada’. Masa pandemi Covid-19 ini adalah masa dimana manusia berada dalam ketiadaan. Berada dalam ketidak berdayaan.
Dari kajian enterprising, Sdr. Bambang Eko Samiono juga menyumbangkan tulisan yang menggugah berjudul “Konsep Pendidikan Kewirausahaan Pada Universitas Islam Swasta Perlukah Ditata Ulang?”. Tulisan yang mempertanyakan peran dan efektifitas pendidikan kewirausahaan dalam mendongkrak tumbuhnya intensi kewirausahaan di dunia kampus. Lebih jauh, Sdr. Bambang mempertanyakan efektifitas peran pendidikan kewirausahaan pada universitas Islam swasta dalam menumbuhkan intensi akan kewirausahaan. Peluang dengan adanya MBKM sepatutnya dapat dimanfaatkan oleh pihak kampus untuk menumbuhkan intensi mahasiswa terhadap praktik kewirausahaan.
Selanjutnya dari kajian Budaya Korporat dan Nilai-nilai Islami, tulisan kali ini berjudul “Rahman dan Rahim: Sifat Yang Wajib Dihayati”. Sdr. Muhammad Ridhwan berusaha memahami makna dari sifat Rahman dan Rahim Allah yang merupakan bagian dari budaya korporat UAI yang harus dihayati oleh sivitas akademika UAI.
Edisi kali ini ditutup dengan kolom Zawiyah yang berisikan refleksi kehidupan. Refleksi berjudul “Lima Hal Yang Paling Utama” merupakan pesan dari Umar bin Khattab r.a dalam Kitab Nashaihul ‘Ibad karya Syekh Nawawi al-Bantani.
Selamat Membaca. Wassalaam
Jakarta, September 2021
AS