Etika Islam Dalam Jurnalisme

Oleh: Deden Mauli Darajat

Era sosial media ini, berita yang diproduksi dari hasil kerja jurnalistik, mudah sekali kita mendapatinya. Dulu, saat pertama kali jurnalistik di Yunani bernama Acta Diurna, media ini hanya dipajang di depan parlemen, dan orang-orang datang untuk membacanya. Semua sudah berubah. Bukan lagi orang datang untuk membaca berita, tapi berita berduyun-duyun mendatangi kita melalui telepon seluler kita. Hasilnya, kita dibuat bingung mana berita yang layak dan tidak layak untuk kita ‘konsumsi’.

Jika merujuk pada Sembilan Elemen Jurnalisme yang ditulis oleh Bill Kovach dan Tom Rosenstiel dalam bukunya The Elements of Journalism, What Newspeople Should Know and the Public Should Expect (New York: Crown Publishers, 2001), menerangkan bahwa pertama, kewajiban jurnalisme pertama adalah (berpihak) pada kebenaran. Kedua, loyalitas (kesetiaan) pertamanya kepada warga (publik). Ketiga, esensi jurnalisme adalah disiplin verifikasi. Keempat, para praktisinya (jurnalis/wartawan) harus menjaga independensi dari objek liputannya.

Selanjutnya, kelima, jurnalis harus membuat dirinya sebagai pemantau independen kekuasaan. Keenam, jurnalis harus memberi forum bagi publik untuk saling-kritik dan menemukan kompromi. Ketujuh, jurnalis harus berusaha membuat hal penting menjadi menarik dan relevan. Kedelapan, jurnalis harus membuat berita yang komprehensif dan proporsional. Terakhir, kesembilan, jurnalis harus diperbolehkan mendengarkan hati nurani personalnya.

Sesungguhnya apa yang disampaikan Bill Kovach dan Tom Rosenstiel di atas adalah nilai-nilai luar biasa yang juga terdapat dalam nilai-nilai keislaman. Jika jurnalistik dimaknai dengan kegiatan mencari, mengolah, dan menyebarkan berita melalui media massa, maka jurnalistik Islam adalah  serangkaian proses meliput, mengolah, dan menyebarluaskan berbagai peristiwa dengan muatan nilai-nilai Islam dengan mematuhi kaidah-kaidah jurnalistik/norma-norma yang bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Saw.

Jurnalistik Islami mengedepankan kepada dakwah Islamiyah, yang mengemban misi amar ma’ruf nahi munkar. Firman Allah dalam QS. Ali Imran ayat 104:

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَ يَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَ أُولئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar. Merekalah orang-orang yang beruntung.” QS. Ali ‘Imran [3] ayat 104.

Dari ayat ini kita dapat mengambil pelajaran bahwa tugas jurnalis yang berlatar dakwah Islam pertama, harus menyeru kepada kebaikan. Kedua, menyuruh kepada yang makruf. Dan ketiga, mencegah kepada yang munkar. Ayat lainnya terkait dengan jurnalistik adalah:

ادْعُ إِلى‏ سَبيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَ الْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَ جادِلْهُمْ بِالَّتي‏ هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبيلِهِ وَ هُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدينَ

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan nasihat yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang terbaik. Sesungguhnya Tuhanmu Dia-lah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” QS. An-Nahl [16] ayat 125.

Ayat ini mengandung nilai-nilai keislaman dalam kegiatan jurnalistik yang berlandaskan dakwah Islam yaitu harus dilakukan, pertama, menulis dan mengajak dengan hikmah atau kebijaksanaan. Kedua, menyampaikan nasihat yang baik melalui tulisan dan lisan. Dan ketiga jika ada perdebatan, maka bantahlah mereka dengan cara yang terbaik.

Berkaitan dengan hal di atas bahwa menjadi jurnalis juga sama dengan menjadi pendakwah, sehingga makna daripada keduanya adalah menyampaikan pesan-pesan kebaikan kepada khalayak. Pesan-pesan tersebut adalah mengajak kepada kebaikan dan melarang untuk berbuat keburukan. Tentu dengan cara-cara yang baik yang sudah diterangkan ayat di atas yaitu dengan hikmah, dengan nasihat yang baik, dan dengan membantah juga dengan yang terbaik.

Di era digital ini banyak beredar tentang berita palsu atau hoaks. Sejatinya seperti apa dalam pandangan Islam? Allah menegaskan bahwa jika ada hoaks maka harus diverifikasi terlebih dahulu. Jangan asal sebar. Sebab jika demikian yang akan merugi adalah banyak orang. Dalam konteks hoaks dan berita palsu, Allah mengingatkan kita dalam Al-Qur’an, yaitu:

يا أَيُّهَا الَّذينَ آمَنُوا إِنْ جاءَكُمْ فاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصيبُوا قَوْماً بِجَهالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلى‏ ما فَعَلْتُمْ نادِمينَ

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa pengetahuan, lalu kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” QS Al-Hujurat [49] ayat 6.

Ayat ini menerangkan bahwa, jika ada orang fasik dengan membawa hoaks dan berita tidak jelas sumber dan kredibilitasnya, maka kita harus memeriksa dengan teliti atau melakukan verifikasi akan kebenarannya. Karena jika kita tidak melakukannya maka yang akan terjadi adalah pertama, musibah yang disebabkan oleh kebodohannya, kedua, akan ada penyesalan di akhirnya.

Allah juga memerintahkan kita untuk berkata benar, yang tercatat dalam Al-Qur’an, yaitu:

يا أَيُّهَا الَّذينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَ قُولُوا قَوْلاً سَديداً يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمالَكُمْ وَ يَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَ مَنْ يُطِعِ اللهَ وَ رَسُولَهُ فَقَدْ فازَ فَوْزاً عَظيماً

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barang siapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.” QS. Al-Ahzab [33] ayat 70 dan 71.

Ayat ini menerangkan tentang perkataan atau berita yang dilakukan oleh jurnalis Islam maupun publik Islam bahwa, pertama, ia harus beriman, kedua bertakwa kepada Allah, ketiga, mengatakan perkataan yang benar. Dengan perbuatan ini, maka akan mendapat balasan, pertama, Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu, kedua, mengampuni bagimu dosa-dosamu, dan ketiga, karena ketaatan tersebut, maka kemudian ia telah mendapat kemenangan yang besar.

Wallahu a’lam bisshawab.