Oleh Abdullah Hakam Shah
Dalam interaksi sehari-hari, sering kita memuji seseorang secara langsung di hadapannya. Baik secara spontan sebagai bentuk apresiasi atas apa yang diperbuatnya, ataupun sekadar basa-basi belaka. Sampai batas tertentu, hal itu terlihat wajar. Namun tanpa disadari, tidak jarang pujian yang kita lontarkan malah menjerumuskan orang tersebut dan membuatnya lupa daratan.
Demikian rawannya memuji seseorang secara langsung, sampai-sampai Rasulullah SAW menegur keras Sahabat yang kepergok melakukannya, “(Lewat pujian tadi) kamu telah memenggal leher saudaramu.” (HR Bukhari dan Muslim).
Hadis di atas mengingatkan kita akan pentingnya mengemas pujian dengan baik. Intinya, jangan sampai pujian yang terkadang terucap spontan dari bibir kita, justru merusak kepribadian sahabat yang kita puji. Ada beberapa teladan yang dapat disarikan dari kehidupan Rasulullah SAW dalam mengemas pujian.
Pertama, Rasulullah SAW tidak memuji di hadapan yang bersangkutan secara langsung, tetapi di depan orang lain dengan tujuan memotivasi mereka. Suatu ketika, seorang Badui yang baru masuk Islam bertanya kepada Rasulullah tentang Islam. Beliau menjawab bahwa Islam adalah shalat lima waktu, puasa, dan zakat. Maka Orang Badui itu pun berjanji untuk menjalankan ketiganya dengan konsisten, tanpa menambahi atau menguranginya.
Setelah orang Badui tersebut pergi, Rasulullah SAW memujinya di hadapan para Sahabat, “Sungguh beruntung kalau ia benar-benar melakukan janjinya tadi.” Dalam riwayat lain, beliau SAW menambahkan, “Barangsiapa yang ingin melihat penghuni surga, maka lihatlah orang Badui tadi.” (HR Bukhari dan Muslim).
Kedua, Rasulullah SAW lebih sering melontarkan pujian dalam bentuk doa. Ketika melihat minat dan ketekunan Abdullah bin Abbas RA dalam mendalami tafsir al-Quran, Rasulullah tidak serta merta memujinya. Beliau lebih memilih untuk mendoakan Abdullah bin Abbas: “Ya Allah, jadikanlah dia ahli dalam ilmu agama dan ajarilah dia ilmu tafsir (al-Quran).” (HR Al-Hakim). Allah mengijabah doa ini, sehingga dikenallah Abdullah bin Abbas bak ‘al-Quran berjalan’ (tarjumaan al-Quran).
Begitu pula, di saat Rasulullah SAW melihat ketekunan Abu Hurairah RA dalam mengumpulkan hadis dan menghafalkannya, beliau lantas berdoa agar Abu Hurairah dikaruniai kemampuan untuk tidak lupa apa yang pernah dihafalnya. Doa inilah yang kemudian dikabulkan oleh Allah SWT, sehingga sejarah mencatat Abu Hurairah RA sebagai Sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadis.
Berbagai teladan Rasulullah SAW di atas pada hakikatnya menyiratkan bahwa menjaga lisan ternyata tidak sebatas menghindari perkataan yang menyakitkan, bergunjing, atau memfitnah orang lain. Namun juga perlu dalam bentuk mengemas pujian dengan baik, sehingga tidak menjadi bumerang bagi orang yang dipuji.[]