Abdullah Hakam Shah, Lc., M.A
Pujian merupakan fenomena umum yang sering kita temui sehari-hari. Secara garis besar, pujian bisa diklasifikasikan dalam tiga kategori: pujian yang dilontarkan sebagai ekspresi kekaguman, pujian yang sifatnya basa-basi belaka, serta pujian yang diucapkan demi suatu kepentingan.
Bila disikapi secara sehat dan proporsional, pujian bisa memotivasi kita untuk terus meraih pencapaian yang lebih baik. Namun, kenyataannya, pujian justru lebih sering membuat kita lupa daratan dan haus sanjungan. Semakin sering orang lain memuji, semakin besar potensi kita untuk terlena.
Sebab itulah, dalam ungkapan hikmah yang sangat populer, Ali RA berkata, “Kalau ada yang memujimu di hadapanmu, akan lebih baik bila kamu melumuri mulutnya dengan debu daripada terbuai ucapannya.”
Agar dapat menyikapi pujian secara sehat, Rasulullah SAW memberikan tiga kiat yang sangat menarik untuk diteladani. Pertama, selalu mawas diri supaya tidak sampai terbuai oleh pujian orang lain. Lebih-lebih kalau pujian tersebut sekadar untuk menjilat. Oleh karena itu, setiap kali ada yang memuji beliau, Rasulullah SAW menanggapinya dengan doa:
“Ya Allah, janganlah Engkau hukum hamba karena apa yang dikatakan oleh orang-orang itu.” (HR. Bukhari)
Lewat doa ini, Rasulullah SAW mengajarkan bahwa pujian adalah perkataan orang lain yang potensial menjerumuskan kita. Ibaratnya, orang lain yang mengupas nangka, tapi kita yang kena getahnya. Orang lain yang melontarkan sanjungan, tapi malah kita yang terjerumus menjadi lepas kontrol dan terbuai.
Kedua, menyadari hakikat pujian sebagai topeng dari sisi gelap kita yang tidak diketahui orang lain. Karena, sebenarnya, setiap manusia pasti memiliki sisi gelap. Dan ketika ada yang memuji kita, itu lebih karena ketidaktahuannya akan belang serta sisi gelap kita. Oleh sebab itu, kiat kedua Rasulullah SAW dalam menanggapi pujian adalah dengan berdoa:
“Ya Allah, ampunilah hamba dari apa yang tidak mereka ketahui (dari diriku)”. (HR. Bukhari)
Dan kiat ketiga, kalaupun sisi baik yang dikatakan orang lain memang benar-benar ada dalam diri kita, Rasulullah SAW mengajarkan agar memohon kepada Allah SWT untuk dijadikan lebih baik dari apa yang tampak di mata orang lain. Maka kalau mendengar pujian seperti ini, Rasulullah SAW kemudian berdoa:
“Ya Allah, jadikanlah hamba lebih baik dari apa yang mereka kira”. (HR. Bukhari)
Tiga kiat yang dicontohkan Rasulullah SAW di atas, hakikatnya mengisyaratkan betapa hati manusia sangat rentan terhadap provokasi pujian. Alih-alih pujian yang dilontarkan dengan tulus, pujian yang tujuannya untuk menjilat pun bisa dengan mudah membuatnya terbuai.
“Namun, bagi orang-orang yang menjaga kebeningan hati,” kata Ibnu al-Mubarak sebagaimana dinukil al-Ghazali dalam Ihya ‘Ulumiddin, “Setiap pujian akan membuatnya sadar bahwa hanya secuil itulah kelebihan yang dimilikinya, di antara sekian banyak kekurangan yang tidak Allah tampakkan kepada orang lain.” []