Karakter Korporat

Prof. Dr. Ir. Ahmad Muslim, M.Sc., Ph.D.

Pengertian Budaya Korporasi

Dunia usaha atau bisnis terbagi ke dalam dua kelompok yaitu Usaha Kecil dan Usaha Besar. Jenis usaha kecil ini sulit didefinisikan karena sangat relatif untuk ukuran masing-masng negara. Menurut Lupiyoadi (2007:44) di

Indonesia usaha kecil memiliki tenaga kerja sekitar 50-99 orang, tetapi di Amerika usaha yang memiliki tenaga kerja 1500 orang masih termasuk kategori usaha kecil. Sedangkan di Indonesia usaha yang mempekerjakan 1500 orang sudah termasuk perusahaan besar. Oleh karena relatifnya ukuran usaha bisnis ini, maka pandangan terhadap budaya korporasi sama saja terhadap perusahaan kecil maupun besar.

Berbagai konsep budaya organisasi atau yang disebut juga budaya perusahaan/ korporasi     sudah         banyak ditulis dan dikemukakan oleh para ahli budaya korporasi, masing-masing dengan pandangannya sendiri-sendiri.  Namun inti dari pada konsep yang saling berbeda itu mempunyai kesamaan yaitu mengutamakan moral yang bersifat universal.

Indrawijaya (2014:196-199) mengemukakan salah seorang penulis dari budaya organisasi yaitu Robins (1990) menjelaskan budaya sebagai nilai-nilai dominan yang didukung oleh organisasi. Pengertian ini merujuk pada sebuah sistem pengertian yang diterima secara bersama. Robbins mengungkapkan bahwa dalam setiap organisasi terdapat pola mengenai kepercayaan ritual, mitos, serta praktik-praktik yang telah berkembang sejak beberapa lama. Dari definsi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa kebudayaan organisasi (organization culture) adalah keseluruhan nilai, norma-norma, kepercayaan-kepercayaan yang dianut dan dijunjung tinggi bersama oleh para anggota organisasi, sehingga budaya tersebut memberi arah dan corak kepada (way of thingking, way of life) anggota-anggota organisasi tersebut, kebiasaan (customs), dan tradisi (tradition). Dapat dilihat bahwa definisi ini berisikan ajaran moral yang universal tapi yang tidak mengandung nilai agama khususnya agama Islam.

Nilai-nilai Budaya Perusahaan (Budaya Korporasi)

Saat ini kita sedang memasuki era baru yang disebut era global yaitu saling tergantung dan saling bersaing, sehingga terjadi kecenderungan baru yaitu dimana motivasi atas imbalan materi saja semakin tidak memadai, karena kebutuhan rohani seperti eksistensi diri, penghargaan dan lain-lain semakin meningkat. Disamping itu sifat pekerjaan menjadi kurang fisikal, karyawan mudah pindah karena banyak pilihan, dan jumlah manajer menurun darastis karena pekerja-pekerja yang berpengetahuan hanya membutuhkan sedikit pengawas.

Budaya organisasi yang dikelola dengan baik sebagai alat manajemen akan berpengaruh dan menjadi pendorong bagi karyawan untuk berperilaku positif, dedikatif, dan produktif. Walaupun nilai-nilai budaya itu tidak tampak, tetapi merupakan kekuatan yang mendorong perilaku untuk menghasilkan efektifitas kerja.

Dalam memelihara kebudayaan organisasi yang baik Indrawijaya (2014:199-200) mengemukakan bahwa perlu dilakukan seleksi yang ketat pada waktu menerima pegawai baru sesuai standar, strategi, policy dan keputusan-keputusan direksi atau top manager yang tidak menimbulkan kontroversi, menyelenggarakan pertemuan-pertemuan secara berkala dan teratur di mana semua warga organisasi diberi kesempatan ikut berpartisipasi aktif, spontan dan antusias.

Memahami Budaya Organisasi

Budaya korporasi itu ternyata sangat dipengaruhi oleh budaya bangsanya sendiri. Budaya korporasi Jepang menurut Alma (2011:97) dimana pekerjanya sangat loyal dan merasa memiliki perusahaan dimana mereka bekerja selama hidup. Hal ini sejalan dengan idealisme kultur yang dikemukakan sebelumnya yang dianut bangsa Jepang. Hubungan antar pekerja sangat intim bagaikan mereka bekerja pada keluarga sendiri. Berbeda dengan perusahaan Amerika yang orang-orangnya bersifat individualistis. Dengan berbedanya sifat orang Jepang dan Amerika ini, menyebabkan perusahaan-perusahaan Jepang melejit maju meninggalkan perusahaan-perusahaan Amerika.

Di lain pihak budaya masyarakat Indonesia sekarang banyak berkiblat kepada dunia Barat, bukannya kepada budaya Jepang sesama negara Asia. Hal ini menyebabkan budaya korporasi di Indonesia mirip-mirip dengan budaya korporasi di negara-negara Barat yang kapitalis dan individualistis. Mangkunegara (2010:114) menjelaskan bahwa masih banyak pimpinan dan manajer perusahaan yang melupakan moral dan ajaran agama layaknya seperti budaya Barat.  Mereka lupa bahwa bekerja khususnya menurut Islam itu adalah ibadah, dan tanggung jawabnya tidak hanya di dunia saja, tapi di akhirat nanti. Begitu pula banyak pimpinan dan manajer yang hanya memperalat karyawan dan mereka memperkaya dirinya sendiri. Menurut hadist Nabi SAW, orang tidak boleh berlebih-lebihan dan Surat At-Taubah ayat 41 dan 111 menyebutkan bahwa fungsi harta sebagai alat saja dalam beribadah atau bekal untuk beribadah, bukan untuk memperkaya diri sendiri.

Konflik dalam Organisasi

Konflik dalam organisasi sering terjadi dan sulit untuk dihindarkan, karena ketiadaan hubungan yang intim antar pekerja seperti di Jepang. Mangkunegara (2010:21-27) menyatakan bahwa konflik adalah suatu pertentangan yang terjadi antara apa yang diharapkan oleh seseorang, orang lain, organisasi dengan kenyataan apa yang dihadapiya. Konflik dalam organisasi atau kelompok terjadi karena keharusan membagi sumberdaya yang langka seperti jabatan di antara mereka atau keharusan bekerja bersama-sama, sedangkan mereka berbeda tingkat, tujuan, nilai-nilai ataupun persepsi. Masing-masing anggota organisasi atau kelompok dalam hal tiada persesuaian itu berusaha saling mengungguli, sehingga terjadi pertikaian yang terlihat nyata maupun tersembunyi. Namun konflik tidak selalu merugikan organisasi. Konflik dalam organisasi bisa merupakan sinyal bahwa perusahaan dalam ambang kesulitan, sehingga perlu perhatian yang serius.

Apabila terjadi konflik dalam organisasi, masing-masing pihak harus mampu menjaga langkah kebijakannya agar tidak bertabrakan satu dengan yang lainnya. Apabila satu saat suasana tidak kondusif itu terjadi juga maka pada saat itu diperlukan sikap saling menunjang, saling menghargai dan saling legowo (doux sans faiblesse; fort sans violence), sekaligus saling koreksi, saling memperbaiki, dan saling memaafkan berdasarkan ajaran nilai Islam universal (ad_Din an Nashihah). Rujukan dalam menyelesaikan konflik menurut Islam adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah Nabi Muhammad S.A.W yang bersifat populis and universal, disamping   ketentuan moral dan etika dan serta kearifan masing-masing pihak.    

Total Quality Manaagement (TQM)

Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa terjadinya kecenderungan di dunia bisnis bahwa persaingan antar perusahaan dalam merebut peluang pasar semakin besar. Agar perusahaan bisa bersaing, saat ini perusaahaan banyak menerapkan Total Quality Management (TQM), seperti IBM, Xerox dan lain-lain. Menurut Sutrisno (2010: 90-101) TQM merupakan sistem terstruktur dengan serangkaian alat, teknik, dan filisofi yang didesain untuk menciptakan budaya perusahaan yang memiliki fokus terhadap konsumen, melibatkan partisipasi aktif para pekerja dan perbaikan kualitas terus menerus dengan tujuan agar sesuai dengan harapan konsumen. 

Untuk mendukung penerapanTQM terdapat sepuluh elemen pendukung yang harus diperhatikan perusahan yaitu a. Fokus pada pelanggan, b. Obsesi terhadap kualitas, c. Pendekatan ilmiah (pengambilan keputusan dan pemecahan masalah harus berdasarkan kaidah ilmiah), d. Komitmen jangka panjang, e. Kerjasama tim, f. Perbaikan sistem secara berkesinambungan, g. Pendidikan dan latihan (untuk menghadapi perubahan), h. Kebebasan yang terkendali (kebebasan yang didasarkan kepada rentang kendali), i. Kesatuan tujuan, dan j. Adanya keterlibatan dan pendayaan pekerja.

Kesimpulan

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa walaupun teori budaya korporasi itu bervariasi karena berbedanya pandangan, pendekatan, minat dari masing-masing penulis yang berkepentingan, namun intinya adalah sama yaitu mengutamakan moral yang bersifat universal. Di Indonesia penerapan budaya korporasi masih jauh dari yang diharapkan karena walaupun sebagian besar penduduknya beragama Islam tetapi umumnya masih banyak pimpinan dan manajer perusahaan yang mengenyampingkan moral dan ajaran agama Islam itu sendiri. Kultur masyarakat Indonesia saat ini yang lebih cenderung kearah kebarat-baratan tampaknya telah mempengaruhi budaya korporasi Indonesia ke arah yang kurang menguntungkan. Hal ini berakibat kepada rendahnya produktivitas kerja dan efisiensi serta lambatnya perkembangan perusahaan dalam negeri. Bahkan perusaahan-perusahaan besar termasuk perusahaan BUMN mengalami kerugian tiap tahun. Hal ini berakibat kepada semakin banyaknya impor barang dan jasa di Indonesia. Budaya masyarakat Indonesia perlu kembali didorong kearah budaya pancasilais yang agamis, gotong royong, toleransi, jujur dan sebagainya serta tidak ke barat-baratan. Hal ini sekaligus akan membawa perubahan kearah budaya korporasi yang sesuai dengan Pancasila khususnya Ketuhanan Yang Maha Esa. Prinsip berusaha bagi Islam tidak saja untuk mencari penghidupan tetapi sekaligus juga sebagai ibadah. Pada zaman Nabi, di Madinah para pedagang Yahudi dapat dikalahkan dengan menjalankan bisnis dengan prinsip ibadah yaitu suka melebihkan timbangan dan ukuran sehingga memberikan keberkahan. Sementara pedagang Yahudi suka mengurangi timbangan dan ukuran, mengakibatkan konsumen di Madinah beralih ke pedagang muslim, sehingga pedagang Yahudi bangkrut.