Menggali Makna Keberkahan dalam Zakat: Tinjauan Psikologi

Fakhirah Lutfiyah, Oryza Sativa, Raissa Ariane, Rasya Aqila Aprinazqia, Siti Rohmah Khorunnisa*)

Zakat merupakan salah satu bentuk ibadah yang wajib dilaksanakan oleh umat Islam. Kata zakat memiliki makna suci atau berkah, sementara zakat secara istilah berarti memberikan sebagian harta yang diwajibkan Allah SWT kepada mereka yang berhak menerimanya.

Zakat terdiri dari berbagai jenis, pertama adalah zakat fitrah yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim di bulan Ramadhan sampai datangnya Idul fitri. Dalam satu riwayat dari Abdullah bin Abbas: “Nabi Muhammad SAW telah mewajibkan zakat fitrah pada bulan Ramadhan atas setiap muslim, baik merdeka ataupun budak, laki-laki ataupun wanita, kecil ataupun besar, sebanyak satu sha’ kurma atau gandum.” (H.R. Muslim).

Zakat fitrah adalah zakat bahan pokok yang biasa dikonsumsi. Jika di negara Arab, kurma dan gandum sebagai zakat fitrah, maka di Indonesia, umat Islam dapat menggantikan kurma atau gandum dengan beras. Beras yang diberikan sebagai zakat berjumlah satu sha’, yaitu 2,5 kg. Namun, ada juga yang berpendapat bahwa satu sha’ berjumlah 2,7 kg. Sehingga untuk berjaga-jaga para ulama menetapkan besarannya sebanyak 3 kg.

Adapun yang kedua adalah zakat harta. Hewan ternak, emas, perak, dan hasil bumi merupakan harta yang wajib dizakati. Dalam QS. at-Taubah [9]: 34:

“…..Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak, dan mereka tidak membelanjakannya di jalan Allah, dan berikanlah  kabar gembira kepada mereka, (bahwa mereka akan menderita) azab yang pedih,” (QS. at-Taubah [9]: 34).

Hadis yang diriwayatkan Abu Daud menyebutkan bahwa “Rasulullah SAW memerintahkan kami agar mengeluarkan zakat dari semua yang kami persiapkan untuk berdagang.” (H.R. Abu Daud).

Sedemikian pentingnya zakat sampai perintah ini terulang 32 kali dalam al-Qur’an. Banyak ayat-ayat al-Qur’an yang menjelaskan tentang zakat beriringan dengan shalat, wajibnya zakat sama dengan wajibnya shalat untuk umat Islam. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang sangat erat antara zakat dan shalat dilihat dari keutamaannya. Shalat dianggap sebagai ibadah utama badaniyah dan zakat dianggap sebagai ibadah utama maliyah. Kewajiban membayar zakat  sama wajibnya dengan shalat. Dan ini dijelaskan dalam al-Qur’an QS. al-Baqarah [2]: 43:

وَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّكٰوةَ وَارْكَعُوْا مَعَ الرّٰكِعِيْنَ

Dan laksanakanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang yang ruku’.

Juga ditemukan dalam QS. al-Muzzammil [73]: 20:

 “Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwa engkau (Muhammad) berdiri (shalat) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersamamu. Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menentukan batas-batas waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari al-Qur’an; Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit, dan yang lain berjalan di bumi mencari sebagian karunia Allah; dan yang lain berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari al-Qur’an dan laksanakanlah shalat, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. Kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah; sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”

Firman Allah SWT dalam Qs. al-Bayyinah [98]: 5:

وَمَآ اُمِرُوْٓا اِلَّا لِيَعْبُدُوا اللّٰهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ ەۙ حُنَفَاۤءَ وَيُقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَيُؤْتُوا الزَّكٰوةَ وَذٰلِكَ دِيْنُ الْقَيِّمَةِۗ

“Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar melaksanakan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus (benar).”

Bagi siapa mengingkari kefardhuan zakat maka ia akan menjadi kafir. Dan siapa yang tidak mau membayar karena kikir tetapi mengakui kewajibannya, maka ia telah melakukan suatu kejahatan dan orang tersebut harus diambil zakatnya dengan paksa dengan memperingatkannya. Jika ia menolak untuk membayarnya, umat Islam harus “melawan” nya sampai ia membayar zakatnya. Orang yang menolak membayar zakat dalam keadaan percaya pada kewajibannya adalah jahat dan akan menerima azab yang pedih di kemudian hari. Demikian yang dipahami dari QS at-Taubah [9]: 34-35:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّ كَثِيْرًا مِّنَ الْاَحْبَارِ وَالرُّهْبَانِ لَيَأْكُلُوْنَ اَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَيَصُدُّوْنَ عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۗوَالَّذِيْنَ يَكْنِزُوْنَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُوْنَهَا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۙفَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ اَلِيْمٍۙ

 “Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya banyak dari orang-orang alim dan rahib-rahib mereka benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang batil, dan (mereka) menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menginfakkannya di jalan Allah, maka berikanlah kabar gembira kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) azab yang pedih.”

يَّوْمَ يُحْمٰى عَلَيْهَا فِيْ نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوٰى بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوْبُهُمْ وَظُهُوْرُهُمْۗ هٰذَا مَا كَنَزْتُمْ لِاَنْفُسِكُمْ فَذُوْقُوْا مَا كُنْتُمْ تَكْنِزُوْنَ

“(Ingatlah) pada hari ketika emas dan perak dipanaskan dalam neraka Jahanam, lalu dengan itu disetrika dahi, lambung dan punggung mereka (seraya dikatakan) kepada mereka, “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.”

Dari berbagai sumber didapat bahwa tujuan zakat, antara lain:

  1. Zakat mensucikan jiwa dari sifat kikir
  2. Cara mendidik berinfak dan memberi
  3. Berakhlak dengan akhlak Allah
  4. Zakat merupakan manifestasi syukur atas nikmat Allah
  5. Zakat mengobati hati dari cinta dunia
  6. Zakat mengembangkan kekayaan batin
  7. Zakat menarik rasa simpati atau cinta
  8. Zakat mensucikan harta
  9. Zakat tidak mensucikan harta yang haram
  10. Zakat mengembangkan harta

Zakat Dalam Tinjauan Psikologi

Zakat memiliki dua manfaat, baik bagi penerima maupun pemberi/yang menunaikannya. Allah berfirman dalam QS. at-Taubah [9]: 103

خُذْ مِنْ اَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيْهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْۗ

“Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka dan berdoalah untuk mereka….” (QS. at-Taubah [9]: 103)

Jadi dari QS at-Taubah [9]: 103 tersebut bisa disarikan bahwa baik pemberi maupun penerima akan mendapat manfaat dari pelaksanaan zakat tersebut. Terdapat beberapa hikmah zakat:

Hikmah zakat bagi pemberi

1.  Sebagai penyempurna iman

Zakat merupakan salah satu rukun iman yang wajib dilaksanakan, sebagaimana sabda Rasulullah SAW “Salah seorang diantara kalian tidaklah beriman (dengan iman sempurna) sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri” (H.R. Bukhori). Dengan mengeluarkan zakat dan memberi kepada yang membutuhkan, maka ia telah peduli terhadap saudaranya.

2.  Sebagai penggugur dosa

Dalam QS. at-Taubah [9]: 104:

اَلَمْ يَعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ هُوَ يَقْبَلُ التَّوْبَةَ عَنْ عِبَادِهٖ وَيَأْخُذُ الصَّدَقٰتِ وَاَنَّ اللّٰهَ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ

“Tidakkah mereka mengetahui, bahwa Allah menerima taubat hamba-hamba-Nya dan menerima zakat(nya)”. Firman ini menjadi motivasi untuk bertaubat dan mengeluarkan zakat dari hartanya sebagai penggugur dosa.

3.  Ketenteraman hati

Harta dapat menjadi penopang kehidupan manusia, tetapi harta juga dapat menjadi sumber kegelisahan, perselisihan,dan lain-lain. Tidak jarang orang yang bertengkar dengan saudara sendiri disebabkan oleh harta. Berkaitan dengan QS. as-Syams [91]: 9-10:

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاها وَقَدْ خابَ مَنْ دَسَّاها

“Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya”.

Mengeluarkan zakat dapat menimbulkan keberkahan bagi diri sendiri dan orang yang menerimanya. Dengan keberkahan yang didapat tersebut sehingga membuat hati tenang.

Manfaat zakat bagi penerima :

1.  Meringankan beban

Dalam kehidupan terdapat orang-orang yang membutuhkan uluran tangan dari sekelilingnya. Ketika orang yang membutuhkan tersebut menerima zakat, hal ini dapat meringankan kehidupan mereka terutama pada bidang ekonomi.

2.  Menjalin silaturahmi

Salah satu manfaat zakat bagi penerima yaitu merasa terbantu atas pemberian zakat tersebut. Maka kesenjangan sosial dapat menurun dan rasa persaudaraan akan tumbuh di antara pemberi dan penerima.

3.  Meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT

Ketika merasa kekurangan terhadap sesuatu Allah SWT memberikan bantuan salah satunya melalui zakat. Dengan bantuan zakat tersebut kita harus bersyukur dan percaya bahwa pertolongan Allah nyata adanya.

Jika keharmonisan antara fungsi jiwa, menjalankan perintah agama, dan menjalankan norma-norma sosial yang berlaku. Maka ketenangan batin akan terbentuk, dengan ketenangan batin tersebut tercipta kebahagiaan dan ketenangan untuk menjalani kehidupan dengan segala masalah yang ada.

Pengaruh Keberkahan Zakat Terhadap Psikis

Pengaruh antara zakat dengan psikis seorang mukmin didapat manakala menunaikan zakat. Zakat membentuk dan membina jiwa agar memiliki sifat mulia dan menghapus sifat tercela. Bagi seseorang yang menunaikan ibadah zakat dapat membersihkan harta dan menyucikan jiwa dari sifat bakhil, kikir, hasad dan permusuhan. (QS. at-Taubah [9]: 103)

Kemudian, hubungan zakat dengan kesehatan jiwa juga dapat terlihat dari sudut pandang kepentingan sesama manusia Hablum Minannaas (حَبْلٍ مِّنَ النَّاسِ). Menunaikan zakat dapat mendidik jiwa mukmin yang memiliki harta untuk berempati kepada mereka yang kekurangan. Hal ini dapat membangkitkan rasa silaturahmi kepada pemberi zakat, saling memberi kasih sayang, peduli, menghormati serta semakin kuat ikatan kekeluargaan karena masyarakat yang merasa kekurangan terbantu dengan menerima zakat. Adanya hubungan yang baik dengan sesama dapat mendatangkan keberkahan, kebahagiaan pada jiwa dan hati terasa lapang.

Menurut (Anas, 2012) kesucian jiwa dapat dicapai melalui zakat jika dilandasi dengan keikhlasan semata-mata mengharapkan ridha Allah SWT. Jika menunaikan zakat terbesit sifat riya, sombong dan mengungkit-ungkit kebaikannya, Maka zakat tidak menjadi amalan yang membersihkan jiwa bagi yang melakukan. Segala yang mereka lakukan akan sia-sia dan tidak akan mendapat pahala dari apa yang telah diusahakan (QS. Al-Baqarah [2]: 264).

Kemudian, pengaruh zakat terhadap jiwa untuk sebagai penghindar dari perasaan takut dan sedih QS. al-Baqarah [2]: 277.

Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa keberkahan yang didapat dalam berzakat dapat tercermin dari timbulnya rasa kasih sayang, empati, kebahagiaan, ketenangan dan ketentraman jiwa, serta hati yang lapang.

*) Mahasiswi Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi dan Pendidikan – UAI

Referensi

Anas, A. K. (2012). Tazkiah al-Nafs . Jakarta Timur: Akbar Media Eka Sarana.

Badruzaman, B. (2016). Aspek-aspek Filosofis Zakat Dalam al-Qur’an dan as-Sunnah. Jurnal Hukum Ekonomi Syari’ah, 8 (1). doi:https://doi.org/10.24042/asas.v8i1.1221

Jamik, S. (2021, May 10). Pengertian Zakat Dan Macamnya Part 1. Retrieved December 3, 2021, from pa-bojonegoro.go.id: https://www.pa-bojonegoro.go.id/pengertian-zakat-dan-macamnya-part-1

lazismu kudus. (2020, January 23). Perintah Zakat dalam Al Qur’an. Retrieved December 4, 2021, from lazismukudus.org: https://www.lazismukudus.org/perintah-zakat-dalam-al-quran/

Masroom, M. N., Muhamad, S. N., & Panatik, S. A. (2017). Peranan zakat dalam merawat jiwa (Zakah as a Soul Treatment). International Journal of Islamic and Civilizational Studies, 3((3-1)), 45-52. doi:https://doi.org/10.11113/umran2017.4n3-1.252

Nasar, M. F. (2021, June 18). Zakat dan Kesehatan Jiwa. Retrieved December 4, 2021, from kemenag.go.id: https://kemenag.go.id/read/zakat-dan-kesehatan-jiwa-v39a0