Caskiman, M.H*)
Eksistensi bisnis di era globalisasi kini menjadi pusat perputaran ekonomi dunia yang mampu memberikan dampak positif dan negatif bagi pelaku usaha itu sendiri. Eksistensi kaum milenial dalam menyikapi persaingan usaha kerap kali jauh dari nilai-nilai sepiritual keagamaan dalam konteks etika, sosial maupun kebangsaan. Nilai-nilai Islam hadir sejak dulu untuk memberikan social control bagi para pelaku usaha agar berwirausaha dengan penuh inspiratif dan mampu menjadi role model bagi generasi bangsa dalam memberikan kesejahteraan untuk kepentingan publik.
Menurut Luthfi Hamidi (Hamidi, 2012) konteks spiritualitas yang lahir dari pengetahuan Islam mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap keberlangsungan bisnis seseorang. Spiritualitas yang dimaksud adalah suatu kesadaran pelaku usaha terhadap keuntungan yang diperoleh tidaklah sekadar fokus pada nominal profit yang diperoleh di dunia semata, melainkan juga berorientasi pada profit jangka panjang sampai di akhirat. Dalam hal ini perusahaan yang menghidupkan aspek spiritualitas Islam dalam proses bisnisnya terbukti mampu bertahan dan berkembang secara baik dan benar serta memberikan kebermanfaatan bagi masyarakat secara luas.
Menurutnya perilaku pengusaha yang melandasi kinerjanya pada nilai-nilai spiritual mampu menghindari berbagai macam kecurigaan (Fraud) dari perilaku yang menghalalkan segala cara untuk mempertahankan bisnisnya. Hal ini merupakan gerbang kehancuran suatu bisnis. Dengan demikian suatu perusahaan akan mampu meningkatkan produktivitas dan kinerja perusahaan dengan mengutamakan kesadaraan atas hukum-hukum Allah yang berlaku dalam konteks wirausaha. Selain itu iklim kerja perusahaan yang memperhatikan nilai-nilai spiritual Islam akan tercipta sebagai suasana yang harmonis dan saling mengingatkan satu sama lain. Dari keharmonisan para pekerja yang tercipta akan mampu meningkatkan citra perusahaan sehingga perusahaan mampu berkembang secara berkesinambungan dan menekan angka perpindahan pekerja.
Spiritualitas Islam menekankan kepada pelaku usaha harus mempunyai kesadaran dalam ketauhidan terhadap kekuasaan Allah atas segala aspek kehidupan terutama yang berkaitan dengan usaha. Kesadaran inilah yang memandu pelaku usaha dapat mempunyai pandangan yang mulia terhadap suatu bisnis itu sendiri. Para pelaku usaha mampu menyadari bahwa suatu bisnis yang dibangun bukanlah aktivitas yang bernilai ekonomis saja melainkan suatu manifestasi yang mampu memberikan kebermanfaatan bagi dirinya dan masyarakat secara luas
Lebih lanjut M.J. Sheridan (Hemert, 2015) menjelaskan makna spiritual secara teoritis bahwa spiritualitas lebih dikenal dan dipahami sebagai hal yang berkaitan dengan hubungan transendensi. Spiritualitas merupakan pencarian manusia akan tujuan dan makna dari pengalaman hidup. Tujuan hidup manusia sebagai hamba Allah yang mengemban amanah sebagai khalifah di bumi semata-mata untuk beribadah pada-Nya dan apapun yang dikerjakan akan kembali untuk mencari dan mencapai keridaan Allah. Spiritualitas Islam berhubungan terutama dengan dimensi batin pribadi dari kehidupan seseorang dan mencakup di luar unsur-unsur Islam yang mampu sebagai sarana untuk mencapai kehidupan spiritual. (Nasr, 2011)
Potensi spiritual Islam dalam konsep kewirausahaan mampu memberikan petunjuk bagi setiap pelaku usaha agar dapat melakukan usaha-usaha yang mampu menciptakan keseimbangan dalam menyusun tujuan baik di dunia maupun akhirat.
Ali Aslan Gumusay (Gumusay, 2015) menjelaskan bahwa kewirausahaan dalam perspektif Islam tidak hanya sebatas ringkasan konsep sederhana terkait kewirausahaan dan Islam, namun terdapat tiga pilar yang mendukung kewirausahaan. Pilar pertama yaitu mengejar terbukanya peluang yang luas, hal ini mengacu pada konsep kewirausahaan bahwa seorang pelaku usaha adalah yang mengeksploitasi kesempatan melalui penggabungan ulang sumber daya, pilar kedua yaitu sosial ekonomi atau nilai etika. Secara efektif, kewirausahaan dalam perspektif Islam dipandu oleh sekumpulan norma, nilai dan perilaku terpuji. Pilar ketiga adalah aspek spiritual agama dan hubungan manusia dengan Allah, dengan tujuan utama untuk memuliakan dan mencapai rida Allah.
Dalam dimensi spiritualitas Islam pelaku usaha dalam sebuah kewirausahaan menjadi poin penting, di mana pelaku usaha sebagai pemegang kendali bagi jalan dan tumbuh kembang bisnis tersebut, khususnya dalam menggapai bisnis yang berkelanjutan. Potensi ini dapat tergali melalui kecerdasaan yang telah dianugerahkan oleh Allah kepada setiap manusia. Kecerdasan ataupun akal manusia tidak hanya dapat dimanfaatkan sebatas kecerdasan intelektual semata namun juga dalam bentuk kecerdasan spiritual Islam.
Secara umum Veithzal Rivai (Arifin, 2009) menjelaskan bahwa kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan yang bersifat religius dinyatakan ketika seseorang mampu memahami dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-sehari dengan beribadah sesuai agama masing-masing dan dalam setiap pengambilan keputusan berorientasi pada nilai-nilai kehidupan agamanya. Merujuk pada tujuan manusia sebagai hamba Allah maka melalui potensi kecerdasan spiritual Islam ini mampu mendukung terkelolanya perasaan secara baik, kemudian berpengaruh pada pola pikir, baik terkait kepentingan pribadi, pekerjaan, dan dalam mengatasi beragam situasi. (Benaouda Bensaid, 2014)
Ia menekankan bahwa kecerdasan spiritual yang dikembangkan sesuai dengan kerangka al-Qur’an mampu membentuk kesadaran spiritual, hal ini terbentuk berdasar pada penggabungan dari sistem kepercayaan (iman), ibadah, moralitas, dan tanggung jawab sosial. Terkait unsur-unsur yang membangun kecerdasan spiritual Islam, terdapat beberapa aspek yang mendasari kecerdasan spiritual Islam, yaitu al-rûh (semangat), al-qalb (hati), al-nafs (jiwa), al-‘aql (akal), iman, ibadah, dan moralitas, dengan kata lain aspek-aspek ini menjadi kekuatan batin manusia yang berasal dari jiwa, hati, perasaan, iman yang kuat, beribadah secara tekun, berpegang pada prinsip-prinsip Allah, dan berkarakter baik.
Berkaitan dengan dunia bisnis firman Allah SWT dalam QS. al-Nisa [4]: 29 bahwa:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah SWT adalah Maha Penyayang kepadamu.”
Bisnis menurut pandangan Islam diartikan sebagai serangkaian aktivitas yang beragam bentuknya, namun ada batasan terkait cara perolehan dan pendayagunaan hartanya (terdapat aturan halal dan haram). Islam pun telah mengajarkan penerapan prinsip-prinsip syariah di dalam entitas bisnis. Pelaksanaan bisnis harus tetap berpegang teguh pada ketentuan syariat (aturan-aturan dalam al-Qur’an dan hadis), dengan kata lain, syariat merupakan nilai utama yang menjadi payung strategis maupun taktis bagi pelaku kegiatan ekonomi (bisnis).
Terkait tujuan perdagangan, Jusmaliani (Jusmaliani, 2008) menjelaskan ada beberapa hal yang harus dipelihara untuk mencapai tujuan perdagangan sebagai bentuk ibadah. Pertama, meluruskan niat dan memantapkan aqidah di awal perniagaannya. Hendaklah seseorang meniatkan usaha perdagangannya hingga terhindar dari kerakusan dan menjadikan agama sebagai landasan pelaksanaan usaha perdagangan. Kedua, berniat untuk berdagang dalam usahanya melaksanakan fardu kifâyah dan mengingat Allah SWT. Ketiga, rela menerima dan tidak tamak kepada pasar dan perniagaan. Keempat, menghindari syubhat (samar antara haram dan halal) dan mencermati semua bentuk muamalahnya.
Dengan berbagai macam prinsip yang telah diuraikan maka setiap pelaku usaha jika berpegang teguh pada prinsip-prinsip Islam dalam konteks spiritualitas jiwa wirausaha akan mampu melahirkan entrepreneur yang jujur, amanah, cerdas dan mampu menjadi inspirasi generasi muda atau dengan kata lain tauladan sehingga suatu contoh jiwa entrepreneur yang digambarkan dalam sejarah bahwa Nabi Muhammad SAW adalah sosok wirausaha yang mendapat gelar al-Amin adalah sebuah bentuk kesuksesan yang patut diteladani oleh para pelaku usaha baik di masa kini ataupun di masa yang akan datang.[] *) Tendik UAI, Dewan Pembina Aliansi Pemuda Peduli Sosial Indonesia (APPSI) Porcam.
References
Arifin, V. R. (2009). Islamic Leadership: Membangun Superleadership Melalui Kecerdasan Spiritual. Jakarta: Bumi Aksara.
Benaouda Bensaid, d. (2014). A Qur’anic Framework for Spiritual Intelligence. Religions vol 5, 179-198.
Gumusay, A. A. (2015). Enterpreneurship From an Islamic Perspective. Journal of Business Ethics, 199-208.
Hamidi, M. L. (2012). Quranomics: The Crisis Krisis Manalagi Yang Engkau Dustakan. Jakarta: Republika.
Hemert, M. S. (2015). The Role of Religion and Spirituality in Social Work Education and Practice: A Survey of Student Views and Experiences. The Journal of Happiness and Well-Being, 41-56.
Jusmaliani, d. (2008). Bisnis Berbasis Syariah. Jakarta: Bumi Aksara.
Nasr, S. (2011). Islamic Spirituality. International Conference of the Academy of HRD. Malaysia: Asia Chapter.
Shah, Z. A. (2015). Measuring Islamic Spiritual Intelligence. Procedia Economics and Finance (pp. 134-139). Malaysia: International Accounting and Business Conference.